Home | Posts RSS | Comments RSS | Login

Mereka yang sedikit tapi tersebar

Thursday, February 25, 2010
Beberapa minggu yang lalu, kami mengunjungi salah satu keluarga yang baru melahirkan di salah satu Rumah Sakit. Biasanya satu-dua kejadian atau suasana di Rumah Sakit membuat hati ini tersentuh. Namun saat itu tidak terlihat. Suasana bahagia dari saudaraku yang melahirkan dan beberapa pasien disekitarnya yang terlihat biasa-biasa saja membuat semakin tidak ada suasana yang menyentuh, ditambah rumah sakit yang kami datangi memang rumah sakit kecil.

Tibalah saat aku dan anakku duduk-duduk di ruang tunggu tidak jauh dari kamar rawat saudaraku. Terlihat seorang lelaki setengah baya yang terlihat sehat bugar, dengan semangat yang luar biasa mendatangi susunan kursi yang ada di ruang tunggu dan menaiki kursi dengan sedikit susah payah, karena memang kedua kakinya mengalami cacat fisik. Bapak itu bersama kami menyaksikan salah satu acara televisi, sesekali dia tertawa dan tersenyum melihat acara televisi yang sedang ditayangkan.

Berbisik anakku kepadaku, "pa, kenapa bapak itu? Kok kakinya begitu?", "dia mungkin terlahir cacat kak", "makanya kamu harus bersyukur mempunyai tubuh yang sempurna" jawabku singkat. Anakkupun sepertinya puas dengan jawabanku, walau terlihat mukanya masih penasaran dengan sekali-kali memperhatikan si bapak cacat itu.

Awalnya kejadian itu terlewatkan begitu saja, tidak ada hikmah atau pelajaran besar yang di ambil, hanya pernyataanku di dalam hati dan nasihatku kepada anakku "maka, bersyukurlah atas pemberianNya". Tetapi keinginanku mendorongku untuk mencari-cari informasi. Aku dapatkan informasi dari literatur di internet ternyata memang di dunia ini hanya terdapat sekitar 650 juta orang saja yang mengalami cacat fisik (Hal ini terungkap dalam seminar internasional bertajuk Globalization: Social Costs and Benefits for The Third World). Kita bandingkan dengan total jumlah penduduk dunia saat ini yang infromasinya lebih kurang sebanyak 6.8 Milyar orang (dimana China (1.3 Milyar), India (1.1 Milyar), USA (307 juta), Indonesia (240 juta) empat negara yang mempunyai jumlah penduduk terbesar.

Hanya 9.6% orang cacat di dunia, tidak banyak memang orang cacat yang hidup jika dibanding dengan orang dengan fisik normal. Banyak orang yang terlahir cacat namun mempunyai prestasi dan semangat yang lebih baik dibanding dengan kita yang terlahir normal. Iya, karena memang Allah memuliakan manusia, apapun bentuk yang telah Dia takdirkan, manusia tetap mulia.

“Dan sesungguhnya telah Kami muliakan anak-anak Adam, Kami angkut mereka di daratan dan di lautan, Kami beri mereka rezki dari yang baik-baik dan Kami lebihkan mereka dengan kelebihan yang sempurna atas kebanyakan makhluk yang telah Kami ciptakan”. (QS. Al Isra’ : 70)

Kembali kepada saudara kita yang mengalami cacat. walau jumlahnya sedikit, namun Allah swt telah menciptakannya tersebar di berbagai pelosok dunia. Disekitar kita mungkin hanya beberapa orang. Namun sekali-kali mereka muncul dihadapan kita, sekali-kali kita melihat mereka. Barulah setelah melihatnya, kita menyadari "betapa beruntungnya aku" , aku masih mempunyai mata yang masih bisa melihat, aku masih mempunyai tangan untuk memegang, aku masih mempunyai kaki yang bisa kulangkahkan untuk berdiri, berjalan dan berlari. Aku masih mempunyai mulut yang bisa mengungkapkan keinginan dan pendapatku..


Sesungguhnya Kami telah memberikan kepadamu nikmat yang banyak ; Maka dirikanlah shalat karena Tuhanmu; dan berkorbanlah. (QS 108: Al Kautsar: 1-2)
Maka nikmat Tuhan kamu yang manakah yang kamu dustakan? (QS 55: Ar Rahman : 13)


Tapi apa yang terjadi padaku, sakit sedikit sudah malas melangkahkan kaki ke mesjid untuk sholat berjamaah, hujan yang turun mengurungkan niat untuk berjamaah di mesjid. Berkilah itu merupakan udzur sehingga meminta toleransi untuk tidak melakukan perintahNya. Astaghfirullah, padahal dulu Abdullah bin Ummi-Maktum sahabat Nabi Muhammad yang tuna netra tetap berjalan ke mesjid dalam kegelapan dan kondisi yang mungkin lebih menyedihkan dari sekarang.

Kadang kehidupan kita berlalu begitu saja tanpa mengambil pelajaran dari apa yang telah kita alami, padahal banyak kejadian yang terkesan Allah memaksa kita, berbisik kepada kita untuk tetap bersyukur kepadaNya. Allah memahami, manusia itu makhluk dhoif makhluk lemah, maka dengan kebaikanNya, Allah memberikan peringatan dan petunjukNya kepada kita untuk tetep bersyukur.Semoga kita tidak lalai disetiap detik hidup kita.

Dan (ingatlah juga), tatkala Tuhanmu memaklumkan; "Sesungguhnya jika kamu bersyukur, pasti Kami akan menambah (nikmat) kepadamu, dan jika kamu mengingkari (nikmat-Ku), maka sesungguhnya azab-Ku sangat pedih." (QS 14. Ibrahim : 7)

yakinlah Allah sedang berbisik kepada kita

Friday, February 12, 2010

Assalamualaykum ya akhi ya ukhti

La hawla wala quwata illa billah, alhamdulillah dengan kekuatan dariNya akhirnya aku diberikan kelapangan waktu dan kemauan kembali untuk menuliskan apa yang ada dikepalaku. Aku hampir mengabaikan bisikan hatiku yang selalu berbisik "berceritalah tentang hikmah atau apapun yang telah kau dapatkan dari masalah keseharian, hasil perenungan, juga pengalaman baik, supaya dapat diambil hikmahnya oleh orang lain, atau paling tidak sebagai pengingatmu"

Sejauh manakah kita bisa merasakan suara hati itu? Seburuk apapun akhlak seseorang aku yakin suara hati yang membisikkan kebaikan itu pasti ada. Namun kerapkali kita selalu mengabaikannya, akhirnya mata hati itu buta tertutup oleh hal-hal keduniawian. Pengalaman buruk yang pernah dialami, prinsip hidup, tidak merasa tanggungjawabnya dan sebagainya membelenggu hati kita.

Suatu ketika seseorang yang bertugas malam di kantor pergi ke kamar kecil, dengan niat ingin menyikat giginya. Namun apa yang terjadi, dia telah lupa menyisipkan pasta gigi ke dalam tas peralatan mandinya, hanya sikat gigi dan perlatan mandi lainnya yang dia bawa dari rumah. Namun di depan wastafel, didalam gelas beberapa sikat gigi dia melihat pasta gigi di dalamnya tidak diketahui milik siapa, akhirnya dia putuskan untuk mengambil sedikit pasta gigi tersebut untuk dioleskan ke sikat giginya. Selagi dia menyikat gigi, hatinya mulai mengingatkan dirinya "pasta gigi itu milik siapa? Kau belum mendapat ijin dari pemiliknya" gejolak muncul dari sisi buruknya "tidak mengapa, hanya sedikit kok mudah-mudahan yang punya ikhlas".

Namun apa yang akhirnya dia lakukan? Ternyata Dia mengingatNya, dia mengingat Malaikat yang mencatat perbuatannya, dia mengingat ampunan dari seorang manusia cukup sulit didapat. Bisa jadi orang yang mempunyai pasta gigi tersebut tidak terima jika odolnya berkurang. Mungkin tidak hanya dia yang mengambil odol tersebut, mungkin dia orang yang keberapa akhirnya pasta gigi tersebut berkurang banyak. Dia takut dia tidak bisa mendapatkan maaf dari orang tersebut, dia takut dia tidak bisa mengetahui siapa pemiliknya sampai nanti ajal menjemputnya. 

Sesampai di meja kerjanya, dia menuliskan reminder di handphonenya, " segera beli pengganti pasta gigi yang sama"", besoknya dia tempatkan pasta gigi yang baru dan sama ke dalam gelas dikamar mandi itu, dengan niat baik dan berharap kesalahannya diampuni..wallahu alam hanya Allah yang tahu.

Mungkin kita pernah mengalami hal ini entah itu di suatu kondisi yang sama atau yang berbeda. 

Bisikan hati..ya, berapa kali hati berbisik memberikan masukan, memberikan ajakan. Dalam keseharian, saat kita ada pikiran untuk melakukan hal-hal yang menyimpang dari kebaikan, kita akan merasakan satu sisi hati kita akan membisikkan larangan agar tidak melakukan niat pikiran buruk kita tadi, namun sekejap kemudian ada bisikan hati yang lain untuk membujuk agar kita tetap melakukan niat hati yang semula. Seolah-olah ada perseteruan dalam hati, antara yang membujuk agar terlaksana dan yang melarang agar tujuan tidak terlaksana, atau paling tidak hatinya mengatakan "sudahlah tak perlu dilakukan kebaikan itu, tidak terlalu penting"

Sekarang, coba kita perlahan menerima dan mengikuti anjuran hati nurani kita, yakinlah akan kebaikanNya yang akan kita dapatkan dan takutlah hati itu akan buta ketika kita selalu mengabaikannya. Saat diri kita sudah tidak mau mendengarkan hati nuraninya, mungkin kita akan selalu melakukan hal yang tidak benar. Dan Bersyukurlah kita karena hati nurani kita tidak bosan-bosannya menyertai dan membimbing kita sepanjang hidup kita.

Ketika keinginan baik itu muncul (bisikan hati nurani), yakinlah Allah sedang berbisik kepada kita

(yaitu) orang-orang yang beriman dan hati mereka manjadi tenteram dengan mengingat Allah. Ingatlah, hanya dengan mengingati Allah-lah hati menjadi tenteram (QS 13. Ar Ra'd 28)